Cari Blog Ini

Jumat, 02 Maret 2012

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN
Oleh : Chairuddin Nursiati
A.    Latar  belakang
Berawal dari kaum sofis ke kaum stoa hingga pada masa gerejawan atau lebih dikenal dengan zaman kegelaban menuju zaman rasulullah saw, bahkan sampai sekarang logika ini adalah alat untuk menjalankan kehidupan sosial ke arah yang lebih benar. Kami teringat pesan ustasd kang jalal “perubahan sosial yang bergerak melalui rekayasa sosial harus dimulai dengan cara berpikir..... mustahil ada perubahan kearah yang benar, kalau kesalahan berfikir masih menjebak benak kita”. Kita bisa berpatokan pada pesan di atas untuk memperbaiki bangsa yang tercinta ini dari keadaan terburuk selama era reformasi ini. Bangsa kita sedang memikul tugas dan tanggung jawab yang sangat berat jikalau kita bandingkan situasi tanah air ini sendiri.
Mulai dari kemerdekaan tiap-tiap penduduk yang harus di penuhi oleh pemerintah khususnya pada masyarakat kecil. Baik itu untuk beragama, berkeluarga, berkereasi, bahkan untuk menyampaikan aspirasinya,dst. Nyatanya saudara kita masih banyak yang mandapatkan penindasan dari individu lain. Hal itulah yang menjadi pr bagi bangsa kita ini untuk memerdekakan seluruh penduduk yang masuk di batasan NKRI. Kemudian masalah pendidikan juga harus lebih diperioritaskan karena dengan inilah bangsa kita bisa mencapai salah satu tujuanya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah terobosan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan bahkan tahun 2012 akan ditambah menjadi  Wajib belajar Dua Belas Tahun. Jika pemerintah hanya memperhatikan yang dasar tanpa mempaerhatikan pengevaluasian seperti penelitian, bangsa ini tidak akan menjadi mandiri karena para ahli(Professor) tidak bisa menghasilkan produk lokal. Disebabkan karena penelitan yang kurang atau tidak sama sekali  karena kurangnya dana dari pemerintah.
Kemajuan pengetahuan dan ilmu teknologi sangat bermanfaat bagi bangsa karena dengan itu perekonomian suatu bangsa bisa meningkat. Apalagi dengan kekayaan alam kita ini jika didukung dengan teknologi yang canggi insya Allah bangsa kita bisa maju sperti Amerika, Jepang, dan negara eropa. Lain hal dengan untuk mendapatkan jati diri suatu bangsa harus mempunyai ciri khas yaitu bahasa nasional. Bangsa kita punya bahasa sendiri, jadi untuk menjaga jati diri suatu bangsa kita sebagai anak bangsa wajib menggunakan bahasa nasional baik di suasana formal maupun inpormal. Apalagi dengan status kita sebagai mahasiswa harus menjadi tauladan untuk bangsa bukan sebagai penghancur bangsa dengan memodifikasi bahasa nasional.
Menguasai hajat orang banyak dan menguasai bumi dan kekayaan alam merupakan tanggung jawab negara karena kekayaan alamlah yang membuat penduduk hidup sejaterah. Jika kekayaan alam tidak dipelihara dengan baik maka penduduk juga akan terkena dampaknya. Masyarakat yang mempunyai tanah sebenarnya itu tidak dimiliki secara sempurna karena negaralah yang menguasai, masyarakat sebagai pengelolah kemudian hasilnya sebagian untuk negara yang dikenal seebagai pajak yang di bayar tiap tahun.
Memelihara fakir miskin dan anak terlantar juga merupakan tanggung jawab besar bagi bangsa karena fakir miskin dan anak terlantar di Indonesia sangat banyak ditemukan terutama pada kota-kota besar. Di sudut lampu lalulintas bukan lagi pemandangan baru yang terlihat, seolah-olah mereka tidak mempunyai hak hidup yang layak. Hal ini dikaranakan anggaran untuk mereka habis dibagi-bagi oleh tikus berdasi yang ada di gedung bertingkat dan ruangan berACe yang sehari-harinya hanya ribut gara-gara uang haram. Sepanjang wakil kita masih seperti itu Bangsa Indonesia ini masih akan dipenuhi anak jalanan. Begitu pula dengan fasilitas umum yang dibangun untuk kenyamana masyarakat semata, tetapi yang terjadi adalah fasilitas umum adalah alat untuk membunuh satu-persatu masyarakat. Hal itu disebabkan karena pejabat tinggi dipikirannya hanyalah uang semata alias korupsi bukan keselamatan rakyatnya.

A.    Batasan masalah
Tugas dan tanggungung jawab negara:
1.    Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
2.    Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan
3.    Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
4.    Negara menghormati dan memelihara bahasa nasional dan bahasa daerah
5.    Negaramenguasai bumi, air, dan kekayaan alam
6.    Negara menguasai hajat hidup orang banyak
7.    Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak terlantar
8.    Negara menjamin atas fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya


BAB II
PEMBAHASAN
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Negara memiliki kekuasaan yang kuat terhadap rakyatnya. Kekuasaan, dalam arti kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain, dalam ilmu politik biasanya dianggap bahwa memiliki tujuan demi kepentingan seluruh warganya. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang berperan sebagai penyelenggara. Negara adalah semata-mata demi kesejahteraan warganya, negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab men¬capai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi sosial (ke¬bijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi).

A.    Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
UUD 45 sebagai dasar konstitusi negara, pada pasal 29 ayat 2 memberi jaminan kemerdekaan pada tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribada menurut agama dan kepercayaannya itu. Sebagaimana juga banyak ayat-ayat lain dalam UUD 45 maupun dalam perundang-undangan lainnya, pasal 29 ayat 2 tersebut tidak dapat dikatakan cukup jelas karena ayat tersebut dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh berbagai kalangan.
Pada sebuah kesempatan, saya bertanya pada seorang dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan menyangkut batasan kemerdekaan yang dijamin oleh pasal 29 tersebut. Pasal 29 ayat 2 memberikan jaminan pada tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama, apakah juga memberikan jaminan pada tiap-tiap penduduk untuk tidak memeluk agama manapun/apapun? Sang dosen akhirnya kelimpungan menjawabnya. Namun, seorang rekan yang agak terlalu agamis, berpendapat bahwa sebagai negara yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa (pasal 29 ayat 1), maka tidak ada jaminan bagi mereka yang tidak beragama. Benarkah demikian? Mari kita bahas bedah lebih jauh, sebuah undang-undang bersifat mengikat. Menempatkan individu, organisai, lembaga dan apapun di dalam wilayah hukum tersebut terikat oleh undang-undang tersebut. Karenanya kita dapat memulainya dengan sebuah pertanyaan sederhana, "siapakah yang diikat oleh pasal 29 ayat 2 tersebut?".
Pasal 29 ayat 2 UUD 45 berbunyi; "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribada menurut agamanya dan kepercayaannya itu", artinya jelas bahwa negara adalah pihak yang diikat oleh pasal tersebut. Negara disyaratkan untuk memberi jaminan kebebasan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribada menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal tersebut sekali-kali tidak menempatkan suatu keharusan bagi penduduk Indonesia untuk memeluk atau tidak memeluk agama atau keyakinan tertentu.
Lebih jauh lagi, pihak yang mendapat jaminan dalam pasal 29 ayat 2 tersebut adalah 'penduduk'. Apakah arti dari penduduk menurut UUD 45 bisa kita dapatkan pada pasal 26 ayat 2 yang berbunyi "Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia." Jika kita menggabungkan pasal 29 ayat 2 dengan pasal 26 ayat 2, maka jelas bahwa negara memiliki kewajiban menjamin kemerdekaan tiap-tiap warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Kita dapat saja berasumsi bahwa semua penduduk Indonesia memeluk suatu agama tertentu, namun tentu hal yang sama tidak dapat dipaksakan pada orang asing yang tinggal di Indonesia dengan asumsi bahwa ada orang asing yang tidak memeluk agama atau keyakinan tertentu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasal 29 ayat 2 mewajibkan negara memberikan jaminan kemerdekaan bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama tertentu maupun untuk tidak memeluk agama tertentu. Poin penting dari ayat tersebut adalah bahwa negara memberikan jaminan karena seseorang itu berstatus penduduk, bukan karena seseorang itu berstatus beragama.

B.    Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan antara lain karena mahalnya biaya pendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat).
Kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Seiring meningkatnya beban subsidi BBM yang harus dibayar pemerintah karena semakin meningkatnya harga minyak dunia, pada bulan Maret dan Oktober 2005 Pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM
secara drastis. Hal ini berdampak pada sektor pendidikan yang ditandai antara lain dengan banyaknya siswa putus sekolah karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah serta ketidakmampuan siswa membeli alat tulis dan buku pelajaran dalam rangka mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Guna memperkecil dampak kenaikan harga BBM
di sektor pendidikan, Masyarakat yang langsung merasakan dampak kenaikan harga BBM berupa melambungnya berbagai kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program
besar, yaitu:
    program pendidikan
    program kesehatan
    program infrastruktur pedesaan
    program subsidi langsung tunai (SLT)
Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan
jumlah murid.
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akan dijelaskan lebih mendetail sebagai berikut:
1.    Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hakbagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajibanyang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajibmembiayai kegiatan tersebut.
2.    Pendidikan menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalamjangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untukmemperoleh pendidikan bermutu.
3.    Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah bantuan dana yang berasal dari realokasi/kompensai pengurangan subsidi BBM bidang dibidang pendidikan sebagai salah satu layanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah setingkat SD dan SMP baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia.
4.    Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain, dengan harapan siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
5.    Dalam pelaksanaan program BOS sekolah-sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia yang menerima dana BOS serta pihak lain yang terkait dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan program ini harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait agar program BOS ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran.

C.    Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
Kemajuan suatu bangsa dan negara sangat erat berhubungan dengan kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuannya. Untuk menjadi bangsa dan negara yang maju, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan harus dikelola, diberdayakan, serta dimamfaatkan sedemikian rupa sehingga dua hal tersebut bisa menjadi potensi yang kuat dan efektif dalam menopang pembangunan dan kemajuan.
Kita bisa memetik pelajaran dari negara yang telah berhasil menjadikan pendidikan dan ilmu pengetahuannya sebagai penopang utama kemajuan, kesejahteraan, dan pembangunannya. Jepang contohnya, negara superpower ekonomi kedua setelah Amerika ini dari segi sumber daya alam boleh dikatakan sangat miskin jika dibandingkan dengan Indonesia, namun mereka berhasil dengan sangat fenomenal mengangkat kesejahteraan dan pembangunan negaranya dengan melakukan industrialisasi. Keberhasilan industrialisasi ini sangat ditopang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan searah dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang dihadapinya. Untuk tujuan tersebut, maka Jepang menjadikan institusi pendidikan terutama pendidikan tinggi sebagai pusat atau basis yang dinamis dan kuat untuk menghasilkan sumber daya manusia yang dibutuhkan sekaligus ilmu pengetahuan dan teknologi yang unggul dan mutakhir untuk menopang dan mengembangkan proses industrialisasi tersebut.
Komitmen Pemerintah Jepang untuk terus mendukung dan memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan negaranya bisa tercermin dari besarnya dana yang disediakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tahun 2009 sebesar 3554,8 milyar Yen atau setara paling kurang dengan 355,5 trilyun Rupiah (mengambil kurs 1 Yen= Rp. 100 untuk memudahkan) (Sumber: Erawatch Research Inventory). Padahal kita ketahui bahwa tahun ini Jepang sebagaimana negara-negara lainnya mengalami dampak negatif krisis ekonomi global yang menyebabkan pendapatan nasionalnya turun drastis.
Tentunya sangat tidak proporsional kalau kita membandingkan angka tersebut dengan dana penelitian yang disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun ini sebesar 1 trilyun Rupiah untuk badan penelitian dan pengembangan dan dana hibah penelitian di perguruan tinggi negeri dan kopertis (sumber: www.diknas.go.id), karena secara ekonomi kita memang jauh dari Jepang. Tapi pesan moral dari fakta di atas jelas, yakni komitmen untuk terus mendukung kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan harus menjadi prioritas utama dari sekian banyak prioritas yang lain. Di negeri kita, alasan dana yang minim sering dipakai pemerintah untuk meligitimasi kurangnya alokasi dana untuk pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun yang menjadi kendala besar sebenarnya adalah bagaimana mendistribusikan secara proporsional, efektif dan efisien serta accountable  dana yang terbatas tersebut untuk menghasilkan tujuan yang strategis. Dari segi accountability penggunaan dana APBN saja masih disinyalir terjadinya kebocoran sebesar 30-40 % seperti yang dilansir Komisi Pemberantasan Korupsi. Kalau kita ambil contoh pada sektor pengadaan barang dan jasa saja diperkirakan bahwa sekitar 70 trilyun Rupiah raib tiap tahunnya entah kemana. Jadi sekali lagi masalah utama kita adalah bagaimana proses penggunaan dana yang dimiliki, bukan dari segi ketersediaan dana seperti alasan klasik dari pemerintah.
Masalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak hanya melulu terkait dengan keterbatasan dana saja, meskipun kita meyakini bahwa dana merupakan salah satu faktor  yang dominan di dalamnya, karena penelitian yang bermutu dan berkesinambungan hanya bisa dilakukan dengan dukungan dana yang memadai. Masalah utama yang lain adalah kita masih perlu memperbaiki manajemen pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Yang saya maksud manajemen pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini termasuk diantaranya adalah bagaimana mengalokasikan dana penelitian yang terbatas itu secara efektif dan efisien.
Jalan menuju kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk memajukan negara masih panjang dan berliku. Setidaknya komitmen ke arah yang lebih baik harus mulai dipacu dengan meningkatkan ketersediaan dan akuntabilitas dana penelitian yang disediakan, menyusun cetak biru nasional pengembangan penelitian yang sesuai dengan tujuan strategis yang dicapai, mendorong institusi pendidikan tinggi dan lembaga penelitian untuk membuat cetak biru pengembangan penelitian yang sejalan dengan cetak biru nasional, dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan kepada peneliti. Kemajuan dunia pendidikan kita terutama di institusi pendidikan tinggi serta kemajuan negara secara umum di segala bidang salah satunya terkait dengan kemajuan dunia penelitian kita.

D.    Negara menghormati dan memelihara bahasa nasional dan bahasa daerah
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia.
Dewasa ini, sepertinya bahasa Indonesia mulai ditinggalkan si empunya. Maraknya bahasa gaul atau bahasa modern yang kini menyebar luas di kalangan pemuda-pemudi Indonesia tampaknya telah menggeser kedudukan bahasa Indonesia di mata mereka. Kini mereka tidak lagi bersemangat untuk mempelajari bahasa nasional kita seperti halnya semangat pemuda sebelum kemerdekaan. Dahulu, pemuda-dan pemudi Indonesia begitu kerasnya berjuang mempersatukan Indonesia hingga pada akhirnya tercetuslah sumpah yang sangat terkenal yakni sumpah pemuda. Isi sumpah tersebut di antaranya adalah seluruh pemuda Indonesia bersumpah untuk menjunjung suatu bahasa yang akan mempersatukan bangsa Indonesia, bahasa yang akan menjadi bahasa seluruh warga Negara Indonesia, bahasa Indonesia. Oleh karena itu, mimpi akan mencoba untuk memberikan motivasi dan alasan bagi seluruh warga Indonesia untuk kembali mencintai dan bangga akan bahasa Indonesia.
    Pasal 25 ayat (1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
    Pasal 25 ayat (2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
    Pasal 25 ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

E.    Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam
Secara formal, Negara dalam hal ini dijalankan oleh pemerintah diberi kewenangan atribusi dalam menguasai bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang dipergunakan sebesar–besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal itu diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945  Kewenangan tersebut terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan yang menegaskan bahwa : “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk pergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kemudian dituntaskan secara kokoh didalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria di pasal 2 ayat (2) yang menegaskan bagaimana konsep menguasai Negara atas tanah tersebut. Seperti mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Namun dalam hal ini apakah pemerintah juga berhak atas memiliki atas tanah, disinilah belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur secara konkrit tentang bagaimana cara mengatur, mengurus, dan mengawasi perolehan dan penggunaan tanah. Dengan demikian apakah persamaan dan dan perbedaan hak menguasai Negara atas tanah dan hak memiliki Negara atas tanah dalam rangka memakmurkan rakyat secara adil dan merata sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional, sehingga tercipta sebuah keadaan bahwa melalui penguasaan dan pengunaan tanah yang tersedia, rakyat dapat memenuhi semua kebutuhan dengan memuaskan.”
Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomianya masih bercorak agraria, sehingga tanah merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat penting karena seluruh aktifitas kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam rangka memakmurkan rakyat secara adil dan merata sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional, harus dilaksanakan melalui berbagai bidang, sehingga tercipta sebuah keadaan bahwa melalui penguasaan dan pengunaan tanah yang tersedia, rakyat dapat memenuhi semua kebutuhan dengan memuaskan. Sebagai Negara tropis yang sebagian besar rakyatnya bekerja sebagai petani, sudah tentu tanah merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu pengaturan-pengaturan penggunaan tanah harus dibuat secara baik dan teratur agar bermanfaat untuk  negara dan rakyat.
Masalah tanah tak akan ada habisnya, karena tanah merupakan hal yang sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat, tidak hanya petani, namun orang umum pun sangat butuh tanah untuk tinggal di suatu tempat. Tanah merupakan sumber daya alam yang di karuniai oleh tuhan YME untuk manusia maka dari itu kita wajib untuk menjaga dan membuat bagaimana tanah itu menjadi bermanfaat untuk memakmurkan kita semua, bahkan dalam Undang – Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok Agraria yang biasa disebut Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA). Mengisyaratkan bahwa tanah itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negarasebagai organisasi seluruh rakyat. Secara konstitusional, UUD 1945 dalam Pasal 33 Ayat (3) menyatakan bahwa: ”Bumi, Air, Ruang Angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar–besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Ketentuan undang-undang dasar tersebut, dapat kita pahami bahwa kemakmuran rakyat lah tujuan utama Negara dalam memanfaatkan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Rakyat menjadi objek utama demi kesejahteraan semua, pembentukan Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA) itulah yang menjadi alasan utama, untuk menjalankan perintah undang-undang dasar.
Dengan mulai berlakunya Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA) terjadi perubahan fundamental pada hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan, yang kita sebut hukum tanah, yang dikalangan pemerintah dan umum juga dikenal sebagai hukum agrarian. Secara khusus undang-undang ini mengkonsep bagaimana hak menguasai Negara atas tanah, tetapi disini belum jelas secara konkrit bagaimana Negara menguasai tanah tersebut yang belum dituangkan dalam Peratusan Pemerintah. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membuat tulisan dengan membuat batasan masalah yang akan dibahas tentang apa perbedaan dan persamaan hak Negara menguasai atas tanah dan hak memiliki hak atas tanah.
Dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan bahwa, konsep negara menguasai atas tanah adalah mengatur, mengurus, hubungan hukum antara Negara dan warga Negara. Negara hanya mengatur pemilikan tanah (hak atas tanah) dengan mementingkan kepentingan warga Negara artinya memelihara tanah, menjaga keseimbangan sehingga manfaat tanah terpenuhi untuk kesejahteraan rakyat. Berdasar pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian “dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”, melainkan hak yang memberi wewenang kepada Negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas. Artinya dalam konsep menguasai Negara atas tanah tersebut semata-mata untuk mengatur dan bukan memiliki tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah yang “bersifat pribadi”. Hal ini dipertegas dalam pasal 9 ayat 2 ” tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaanya 2005. JakartaBakri, Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Penerbit Citra Media, Yogyakarta, 2007. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
pertama kita perlu ketahui apa arti dari “dikuasai oleh Negara” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Terkait ini kita perlu merujuk penafsiran dari Mahkamah Konstitusi (“MK”). MK sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), memberikan konsekuensi MK berfungsi sebagai penafsir konstitusi (the sole interpreter of the constitution) melalui proses judicial review (Pasal 10 ayat [1] huruf a UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi). MK pernah melakukan penafsiran Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 melalui Putusan MK No. 01-021-022/PUU-I/2003 yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
“... pengertian ”dikuasai negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh Negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) oleh Negara...”
Dasar hukum:
1.      Undang-Undang Dasar 1945
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
3.      Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
4.       UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara

F.    Negara menguasai hajat hidup orang banyak
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa landasan konstitusional dalam kegiatan usaha migas adalah Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945. Disebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Prinsip ”dikuasai negara” tersebut dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang SDA yang lahir pascakemerdekaan maupun pascareformasi, di antaranya Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk kegiatan usaha di bidang pertambangan umum dan Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha di bidang migas.
Makna ”dikuasai negara” juga diperdebatkan banyak orang, baik yang dikemukakan dalam literatur maupun seminar atau diskusi. Perdebatan berkisar pada kata kunci ”dikuasai negara” vis a vis ekonomi pasar bebas yang mendominasi perekonomian dunia. Tetapi, secara garis besar, kesimpulan akhirnya tidak bergeser dari pemikiran Bung Hatta. Putusan MK dalam perkara judicial review atas UU Migas 2001 terhadap UUD 1945 juga sejalan dengan pemikiran dan pendapat Bung Hatta. Mengenai makna ”dikuasai negara”, MK berpendapat antara lain sebagai berikut (tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003. Dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2005)
… pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsep kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie). Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya Negara, c.q. Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat … Yang harus dikuasai oleh negara adalah jika: (i)     cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi Negara, tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi Negara, tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat …
Dengan kata lain, makna “dikuasai negara” tidak harus diartikan bahwa negara sendiri yang  langsung mengusahakan sumber daya alam. Aksentuasi “dikuasai negara” atau kedaulatan negara atas SDA terletak pada tindakan negara dalam hal pembuatan kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan terhadap kegiatan usaha di bidang sumber daya alam.          

G.    Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak terlantar
Bangsa paradoks. Mungkin itu yang ada di benak kita semua manakala melihat hamparan kemiskinan di negeri yang serba kaya ini. Suatu hal yang menyedihkan melihat kemiskinan bisa merajai bangsa ini. Setiap rejim berkuasa pun harus memutar otak mencari cara pemecahan persoalan pelik ini. Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Bersama DPR, pemerintah kini sedang menggodok RUU Penanganan Fakir Miskin yang digadang-gadang dapat menjawab persoalan penanganan kemiskinan yang selama ini terkendala di persoalan birokrasi yang cenderung bertabrakan antar instansi-departemen, anggaran yang tersebar bin tak terkontrol, hingga konsep makro-mikro kebijakan penanganan kemiskinan yang sumir.
Kalau masih banyak pengemis, pedagang asongan, pengamen, pengelap mobil berkeliaran di jalan, berarti pemerintah sebenarnya sudah melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan Pasal 34 Dalam UUD 45:
1.    Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
2.    Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3.    Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang.
Apa sanksinya jika pemerintah telah lalai melaksanakan hal yang sudah menjadi kewajibannya? Nihil! Malahan warga berdasarkan Perda DKI, kedapatan member sedekah, langsung dicokok dan dikenakan sanksi berupa denda atau kurungan badan. Kemudian, kita saksikan lagi ironinya tindakan pemerintah dalam dalam menangani kaum tak berpunya seperti pengemis, pedagang asongan, pengamen, pengelap mobil yang terlihat dalam tayangan-tayangan televisi yanga sangat tidak manusiawi, sangat kontras dengan kewajiban konstitusionalnya berdasarkan UUD 1945.

Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Sosial, berpandangan bahwa UU ini memiliki nilai strategis dalam ‘perang suci’ pemerintah melawan kemiskinan. Hal ini tersirat dalam rapat kerja (Raker) Komisi VIII dengan Kemensos, Kemenkeu, Kemendagri, Bappenas, dan Kemenkumham yang dilaksanakan pada 2 Maret 2011 kemarin yang mengagendakan pembahasan RUU. Kemiskinan memang menjadi momok tersendiri bagi setiap rezim penguasa, disamping persoalan karut marut koalisi yang membuat presiden bingung tujuh keliling.
Jika menilik data kemiskinan yang dilansir oleh BPS, seperti penulis kutip dari Indonesia Zakat and Development Report 2011, angka tesebut memang cenderung menunjukkan angka penurunan. Pada 2009 misalkan, jumlah orang miskin mencapai angka 30 juta jiwa, menurun jika dibandingkan dengan jumlah orang miskin pada 2006 yang mencapai angka 34,01 juta jiwa (17,47 persen dari total populasi). Angkanya masih tinggi. Hal ini membuktikan adanya persoalan serius dalam kebijakan pembangunan nasional yang belum berpihak pada pengentasan kemiskinan.
Menurut Mudradjad Kuncoro (2007), selain masalah kemiskinan, angka kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. 40 persen kelompok termiskin masyarakat semakin tersisih karena share pertumbuhan ekonomi yang mereka nikmati mengalami penurunan, dari 20,92 persen pada tahun 2000 menjadi 19,2 persen pada 2006. Artinya, 20 persen kelompok terkaya dan 40 persen kelompok menengahlah yang lebih banyak menikmati kue pertumbuhan ekonomi. Maka, tak perlu heran dari tahun ke tahun masyarakat golongan tidak mampu semakin jauh dari akses pelayanan dasarnya. Kondisi ini menandaskan perlunya intervensi penuh pemerintah dalam penanganan kemiskinan, namun bisakah kita bergantung pada secarik regulasi berjudul “RUU Penanganan Fakir Miskin”? Pertanyaan ini akan menjadi menarik jika dihubungkan dengan apa yang menjadi pertimbangan RUU. Berdasarkan draft resmi yang diterima IMZ dari DPR, RUU ini memiliki 4 pertimbangan utama, yaitu:

1.    Bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta terpenuhi kebutuhan dasarnya, untuk mencapai kehidupan yang sejahtera lahir dan batin sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan batin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.
3.    Bahwa pembangunan nasional yang selama ini berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tidak sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terutama fakir miskin, sehingga diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara menyeluruh, terus-menerus, bertahap, dan berkesinambungan.
4.    Bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi fakir miskin masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang terintegrasi dan terkoordinasi

Kesimpulannya, memang ada persoalan serius dalam penanganan kemiskinan selama ini. Untuk itu diperlukan intervensi pemerintah yang sifatnya langsung, integral, komprehensif, dan sistematis dalam hal pemenuhan kesejahteraan rakyat, terutama golongan masyarakat tidak mampu secara ekonomi. Ide ini perlu didukung dan diapresiasi, namun tetap dengan berbagai catatan miring yang mengiringnya. Setidakmya demikian gambaran dari berbagai pegiat sosial-kemiskinan yang berkumpul pada diskusi publik yang diadakan oleh Dompet Dhuafa pada kamis (24/2) silam. Secara tegas seorang peserta diskusi bahkan menyatakan “UU ini tidak penting”. Apa masalahnya?

H.    Negara menjamin atas fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, krisis moneter yang terjadi sekitar tahun 1997 telah memberikan andil meningkatkan biaya kesehatan berlipat ganda, sehingga menekan akses penduduk, terutama penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan. Hambatan utama pelayanan kesehatan masyarakat miskin adalah masalah pembiayaan kesehatan dan transportasi. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan pelayanan kesehatan yang mendorong peningkatan biaya kesehatan, diantaranya perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, dan subsidi pemerintah untuk semua lini pelayanan, disamping inflasi di bidang kesehatan yang melebihi sektor lain.
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan,  sejak tahun 1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dimulai dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS-BK) tahun 1998 – 2001,  Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Tahun 2002-2004.  Program-program tersebut diatas berbasis pada ‘provider’ kesehatan (supply oriented), dimana dana disalurkan langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Provider kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan juga mengelola pembiayaan atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti ini menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya defisit di beberapa Rumah Sakit dan sebaliknya dana yang berlebih di Puskesmas, juga menimbulkan fungsi ganda pada  PPK yang harus berperan sebagai ‘Payer’ sekaligus ‘Provider’.
Dengan di Undangkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan perubahan yang mendasar bagi perasuransian di Indonesia khusunya Asuransi Sosial dimana salah satu program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan. Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 dinayatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan agar peserta memperolah manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dasar,  hal ini merupakan salah satu bentuk atau cara agar masyarakat dapat dengan mudah melakukan akses ke fasilitas kesehatan atau mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun demikian undang-Undang tersebut belum dapat di implementasikan mengingat aturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden sampai dengan saat ini belum satupun diundangkan kecuali Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Belum dapat diimplementasikannya Undang– Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional semakin membuat kelompok masyarakat tertentu yaitu masyarakat miskin dan tidak mampu sulit untuk mendapatkan pelayanan.
Sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khusunya pelayanan kesehatan bagi  masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu  kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN).
Berdasarkan pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu dan upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat  (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes (Persero)), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali.
Berlandaskan pada upaya pengembangan sistem jaminan tersebut pada tahun 2006, penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit dikelola sepenuhnya melalui mekanisme asuransi sosial oleh PT Askes (Persero). Dengan pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan, dilakukan perubahan pengelolaan program Askeskin pada tahun 2008, dengan memisahkan  fungsi pengelolaan dengan fungsi pembayaraan dengan didukung penempatan tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit. Selain itu mulai di berlakukannya Tarif Paket Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Rumah Sakit dengan nama program berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).  Peserta Jamkesmas telah dibagi dalam bentuk Kuota disetiap Kabupaten/Kota berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2006. kuota tersebut menimbulkan persoalan mengingat masih banyak masyarakat miskin di Kabupaten/Kota yang tidak masuk/menjadi peserta Jamkesmas sementara kebijakan Jamkemas adalah bagi masyarakat miskin diluar Kuota yang ditetapkan maka menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Program ini telah berjalan memasuki tahun ke–5 (lima) dan telah banyak hasil yang dicapai terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program ini dari tahun ke tahun oleh masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dan pemerintah telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya.  Pelaksanaan Jamkesmas 2009 merupakan kelanjutan pelaksanaan Jamkesmas 2008 dengan penyempurnaan dan peningkatan yang mencakup aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, organisasi dan manajemen. Untuk aspek kepesertaan, Jamkesmas mencakup 76,4 juta jiwa dengan dilakukan updating peserta Jamkesmas di Kabupaten/Kota, optimalisasi data masyarakat miskin, termasuk gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat miskin tanpa identitas. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam berkontribusi terhadap masyarakat miskin di luar kuota. Dalam program ini, masih melibatkan PT Askes (Persero) yaitu  melaksanakan tugas dalam manajemen kepesertaan Jamkesmas, Dilakukan peningkatan pelayanan kesehatan dan penerapan sistem Indonesian Diagnosis Related Group (INA–DRG) dalam upaya kendali biaya dan kendali mutu pada seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) lanjutan sejak 1 Januari 2009.
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya disebut peserta Jamkesmas, sejumlah 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes) sesuai SK Menkes Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 yang telah ditetapkan nomor, nama dan alamatnya melalui SK Bupati/Walikota tentang penetapan peserta Jamkesmas  serta gelandangan, pengemis, anak terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas, pasien sakit jiwa kronis, penyakit kusta dan sasaran Program Keluarga Harapan (PKH) yang belum menjadi peserta Jamkesmas.
Apabila masih terdapat masyarakat miskin yang tidak terdapat dalam kuota Jamkesmas, pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dan mekanisme pengelolaannya mengikuti model Jamkesmas, hal tersebut dimaksudkan agar semua masyarakat miskin terlindungi jaminan kesehatan dan dimasa yang akan datang dapat dicapai universal coverage. Sampai saat ini masyarakat yang sudah ada jaminan  kesehatan baru mencapai 50,8% dari kurang labih 240 juta jiwa penduduk.



BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah mempelajari tugas dan tanggung jawab negara di atas kami dari kelompok dua belas menyimpulkan bahwa pemerintah telah merencanakan tugasnya dengan sangat baik. Tetapi yang menjadi masalah besar hanyalah pelaksanaannya yang mungkin kami berani menyebutkannya sebagai salah alamat atau sasaran yang ditujukan tidak tepat. Sebagaimana yang terlihat sekarang ini pemerintah yang bermaksud untuk memberikan bantuan kepada orang yang rezkinya mungkin kurang beruntung (kurang mampu). Nyatanya sebagian dari orang yang sehari-harinya berdasi dan berkantor di gedung bertingkat di untungkan dari anggran yang mulia itu. Kemudian orang yang lebih layak menerima bantuan tersebut mala tidak kebagian karena sudah habis di bagi-bagi di kalangan wakil rakyat.
Kemudian masalah tugas dan tanggung jawab negara tentang fasilitas umum juga sangat memperhatikan karena pejabat yang menanganinya lebih banyak melakukan pemangkasan dana ketimbang terjun langsung untuk mengawasi pekerjaan yang di berikannya. Kejadian yang masih terkini tentang runtuhnya jembatan gantung  di kalimantan (kukar) bisa kita ambil sebagai contoh ketidak seriusannya pemerintah terhadap fasilitas umum. Jembatan yang bisa dinikmati berpuluh-puluh tahun bahkan para ahli mengatakan bahwa jembatan tersebut bisa bertahan hingga setenga abad. Hanya bisa berthan selama ±10 tahun saja, apakah dengan kejadian itu pemerintah masih bisa mengelak dari kelalaiannya yang sangat merugikan masyarakat khususnya korban kecelakaan tersebut. Sebagai rakyat Indonesia wajiblah kita untuk menuntut hak kita sebagai rakyat dari negara yang kaya alam ini, bukan kita hanya duduk diam sambil menyaksikan takdir yang direkayasa sang pemimpin dan jajarannya. 

B.    Saran
Kami  dari kelompok 12 (dua belas) mengharapkan setelah makalah kami ini di persentasekan teman-teman bisa lebih mengerti tentang tugas dan tanggung jawab negara yang kita cintai ini. Supaya teman-teman bisa mengambil peran dalam proses kebangkitan bangsa kita dari keterpurukan yang dialami sekarang. Kami juga berharap agar teman-teman lebih kritis lagi untuk menyikapi masalah sosial yang terjadi di Bangsa Indonesia ini khususnya menyangkut tanggung jawab negara,  kita adalah bagian dari 240 juta lebih yang diharapkan bisa memajukan bangsa kita ini. Bebaskan bangsa kita dari penjajahan intelektual supaya kita bisa berpendapat sampai ke planet ke-10. Bangsa indonesia bisa merdeka dari penjajahan pisik karena persatuan, kenapa kita tidak bisa bebas dari penjajahan intelektul karena persatuan kita yang bercerai-berai . marilah kita bersatu memikul tugas dan tanggung jawab negara Indonesai yag tercinta. Dan yang terakhir kami sampaikan adalah jikalau ada kesalahan dalam makalah ini kami atas nama kelompok 12(dua belas)  mohon maaf sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi.wb.





DAFTAR PUSTAKA

    www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/BantuanOp_sekolah.pdf
    http://aminuddin01.wordpress.com/2009/05/15/memajukan-dunia-penelitian-ilmiah-di-indonesia-sebuah-kajian-dan-gagasan-awal/
    Rakhmat jalaluddin, Rekayasa sosial, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999.
   

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    BalasHapus